-
Kerangka
Kerja Tata Kelola Perusahaan di Indonesia
TINJAUAN SINGKAT
Kerangka tata kelola perusahaan merupakan fondasi untuk implementasi
efektif dari tata kelola yang baik. World Bank mendefinisikan makna tata kelola
perusahaan sebagai berikut: “suatu perpaduan antara hukum, peraturan
perundang-undangan dan praktik yang dilakukan oleh sektor privat atas dasar sukarela
yang memungkinkan perusahaan untuk menarik modal keuangan dan tenaga kerja,
berkinerja secara efisien, dan dengan semua itu dapat secara berkesinambungan menghasilkan nilai-nilai
ekonomi jangka panjang bagi para pemegang sahamnya, dan pada saat yang
bersamaan memperhatikan kepentingan para pemangku kepentingan dan masyarakat
secara keseluruhan”(Maassen, 2000).
LINGKUP PERBAIKAN
a)
PENERAPAN “COMPLY
OR EXPLAIN”
Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia (Pedoman Umum GCG)
diterbitkan pertama kali oleh KNKCG tahun 1999 dan telah mengalami dua kali
perbaikan pada tahun 2001 dan 2006.
Pada dasarnya, Pedoman Umum GCG tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat
(non-binding force). Oleh karenanya, implementasinya tidak dapat dipaksakan,
baik di tataran regulator maupun korporasi.Namun demikian, regulator
menggunakan Pedoman Umum GCG dari KNKG sebagai rujukan penting dalam mengembangkan
peraturan-peraturan yang relevan dengan tata kelola perusahaan. Selain itu,
korporasi juga dapat menggunakan pedoman-pedoman KNKG sebagai rujukan dalam
menyusun sistem, struktur dan pedoman tata kelola perusahaannya serta peraturan
internal perusahaan lainnya.
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT )
merupakan produk hukum utama bagi perusahaan berbentuk perseroan terbatas (PT
), termasuk perusahaan yang merupakan Emiten atau Perusahaan Publik di pasar
modal. Pada dasarnya, UUPT ini telah mengakomodasi konsep dan prinsip tata
kelola perusahaan yang baik dibandingkan undang-undang sebelumnya. Kini, Dewan
Komisaris dan Direksi dituntut untuk lebih akuntabel dalam melaksanakan fiduciary
duties. Kewajiban untuk mengimplementasikan praktik tata kelola perusahaan yang
baik (good corporate governance) dan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate
Social Responsibility/CSR) juga mulai diterapkan dalam UUPT 2007. Disamping
itu, juga terdapat ketentuan bagi perusahaan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah, untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah. Dengan demikian, UUPT
2007 memberikan perhatian yang lebih besar dalam hal penerapan tata kelola
perusahaan di Indonesia. Di samping itu, Emiten dan Perusahaan Publik juga tunduk
pada ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal (UUPM) dan peraturan pelaksanaannya.
b)
KODE ETIK
Untuk mencapai keberhasilan dalam jangka panjang, pelaksanaan tata kelola
perusahaan perlu dilandasi oleh integritas yang tinggi; oleh karena itu, etika bisnis
merupakan bagian integral dari tata kelola perusahaan (KNKG, 2011). Kode etik
perusahaan merupakan pedoman perilaku yang menjadi acuan bagi organ perusahaan
dan karyawan dalam menerapkan nilai-nilai perusahaan. Nilai-nilai perusahan
yang diterapkan secara berkelanjutan menjadi budaya perusahaan. Pada saat ini,
kerangka regulasi belum mewajibkan perusahaan di Indonesia untuk memiliki kode
etik. Berdasarkan Pedoman Umum GCG, perusahaan didorong untuk memiliki kode
etik yang pelaksanaannya diawasi oleh Dewan Komisaris untuk kepentingan para pemangku
kepentingan. Sedangkan, Dewan Komisaris harus memastikan bahwa setiap pengaduan
yang terkait dengan pelanggaran kode etik dapat ditangani dan diproses dengan
benar.
Berdasarkan peraturan yang berlaku, Emiten atau Perusahaan Publik yang
telah memiliki kode etik wajib mengungkapkan, dalam laporan tahunan, informasi
mengenai pokok-pokok kode etik; budaya perusahaan; bentuk sosialisasi kode etik
dan upaya penegakannya; serta pengungkapan bahwa kode etik berlaku bagi Dewan
Komisaris, Direksi, dan karyawan perusahaan. Data yang ada memperlihatkan bahwa
sudah cukup banyak (39% dari 494) Emiten atau Perusahaan Publik yang memiliki
dan mengungkapkan kode etik di laporan tahunan 2012.
c)
PENEGAKAN
HUKUM DI PASAR MODAL
Kerangka tata kelola perusahaan membutuhkan sistem penegakan hukum yang
wajar, transparan, dan adil. Praktik keteladanan menunjukkan bahwa sistem penegakan
hukum ditunjang oleh sistem pengadilan yang memiliki kewenangan, integritas, dan
sumber daya untuk dapat melakukan tugasnya secara efektif, konsisten,
transparan, dan tidak tunduk pada pengaruh-pengaruh dari luar pengadilan. Para penegak
hukum perlu ditingkatkan pemahamannya mengenai tata kelola perusahaan agar
dapat menangani dengan baik perkara-perkara yang berkaitan dengan pasar modal.
d)
PERANAN
PROFESI PENUNJANG PASAR MODAL
Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM),
Profesi Penunjang Pasar Modal meliputi Akuntan, Notaris, Penilai, dan Konsultan
Hukum. Masing-masing profesi ini memiliki peran, fungsi dan tanggung jawabnya masing-masing
dalam rangkaian kegiatan di pasar modal, terutama ketika perusahaan akan
melakukan Penawaran Umum Efek maupun melakukan aksi korporasi. Pemberian jasa
yang dilakukan diantaranya meliputi jasa advisory, pemberian opini, asuran, dan
pembuatan akte. Jasa yang diberikan profesi tersebut memberikan nilai tambah
atas laporan yang dihasilkan manajemen Emiten dan Perusahaan Publik, oleh
karena itu independensi profesi merupakan hal yang sangat penting. Dari sudut
kuantitas, masing-masing profesi penunjang pasar modal juga menunjukkan
peningkatan yang terus-menerus, sebagaimana dapat dilihat dari Grafik 4.
Sejalan dengan peningkatan jumlah Emiten dan Perusahaan Publik, serta pelaku
pasar modal lainnya yang dapat memanfaatkan jasa yang diberikan oleh mereka,
peningkatan jumlah profesi penunjang menjadi mutlak. Oleh karena itu, dengan
mencermati karakteristik peran, fungsi dan tanggung jawab masing masing-
profesi tersebut, mereka berada pada posisi strategis dalam penegakan praktik
tata kelola di Emiten dan Perusahaan Publik yang menjadi klien mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar