Senin, 17 April 2017

Teori Kelembagaan



-      Teori Kelembagaan

Membahas tentang definisi kelembagaan tergolong sangat membingungkan bahkan beberapa ilmuan sosial masih memperdebatkan istilah tersebut. Dalam banyak literatur teoritis, baik berbahasa Inggris maupun Indonesia, istilah “kelembagaan” (social institution) selalu disilangkan dengan “organisasi” (social organization). Kedua kata ini sering sekali menimbulkan perdebatan diantara para ahli. Kebingungan dalam pengistilahan kelembagaan juga dijelaskan oleh Norman Uphoff. Menurut Uphoff (1984, h. 15) bahwa
 “What constitutes an ‘institution’ is a subject of continuing debate among social scientist….. The term institution and organization are commonly used interchangeably and this contributes to ambiguity and confusion”. (Apa yang merupakan sebuah ‘institusi’ adalah subyek menui perdebatan terus kalangan ilmuwan sosial…Istilah institusi dan organisasi umumnya digunakan secara bergantian dan ini memberikan makna yang ganda dan kebingungan)
Penjelasan Uphoff diatas mengindikasikan belum terdapat pengakuan umum pada kalangan para sarjana sosial untuk menterjemahkan istilah Inggris ‘social institution’ menjadi kelembagaan bahkan ada yang menterjemahkannya dengan istilah ‘pranata’ dan ada pula yang mengunakan definisi ‘bangunan sosial’ (Soemadjan, Soemardi, 1964, h. 61). Meskipun belum ada definisi yang spesifik mengenai istilah dan terjemahan kelembagaan, namun dapat diyakini bahwa kelembagaan adalah social form ibarat organ-organ dalam tubuh manusia yang hidup dalam masyarakat. Sehingga tujuan dari lahirnya kelembagaan memiliki kompleksitas kebutuhan dari kehidupan sosial di masyarakat.
Menurut Koentjaraningrat, (1997, h. 15)  kata kelembagaan menunjuk kepada sesuatu yang bersifat mantap (established) yang hidup (constitued) di dalam masyarakat. Lebih lajut Koentjaraningrat (1997, h. 16) menjelaskan bahwa suatu kelembagaan adalah suatu pemantapan perilaku (ways) yang hidup pada suatu kelompok orang, sehingga kelembagaan merupakan sesuatu yang stabil, mantab, dan berpola, berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat; ditentukan dalam sistem sosial tradisional dan modern, atau bisa berbentuk tradisional dan modern; dan berfungsi untuk mengefisiensikan kehidupan sosial.
Berdasarkan definisi menurut tiga pakar diatas, dapat disimpulkan bahwa kelembagaan hadir di masyarakat karena kondisi masyarakat dipenuhi oleh berbagai aturan dan perilaku dengan melihat aturan-aturan tersebut. Untuk mengatur perilaku manusia maka kelembagaan sebagai media atau wadah dalam membentuk pola-pola yang telah mempunyai kekuatan yang tetap dan aktivitas guna memenuhi kebutuhan harus dijalankan melalui pola yang ada di kelembagaan. Manusia akan berusaha untuk memaksimalkan keuntungan dirinya dengan menggunakan atau berkelit dari aturan-aturan yang telah di bentuk melalui kelembagaan. Melalui kelembagaan yang dibuat untuk mengatur terhadap pola perilaku dan pemenuhan kebutuhan manusia, maka keberadaan kelembagaan akan memberikan kontribusi (keuntungan) bagi kehidupan masyarakat. Perspektif kelembagaan sebagai aturan yang ada dan keuntungan yang diperoleh dari keberadaan kelembagaan tersebut, di pengaruhi oleh perspektif rational choice theory dari James S Colemans.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar